Wednesday 29 May 2013

Faktor Ekstern


Timbulnya pergerakan nasional Indonesia di samping disebabkan oleh kondisi dalam negeri, juga ada faktor yang berasal dari luar (ekstern). Berikut ini faktor-faktor ekstern yang memberi dorongan dan energi terhadap lahirnya pergerakan nasional di Indonesia.
a. Kemenangan Jepang atas Rusia

Selama ini sudah menjadi suatu anggapan umum jika keperkasaan Eropa (bangsa kulit putih) menjadi simbol superioritas atas bangsa-bangsa lain dari kelompok kulit berwarna. Hal itu ternyata bukan suatu kenyataan sejarah. Perjalanan sejarah dunia menunjukkan bahwa ketika pada tahun 1904-1905 terjadi peperangan antara Jepang melawan Rusia, ternyata yang keluar sebagai pemenang dalam peperangan itu adalah Jepang. Hal ini memberikan semangat juang terhadap para pelopor pergerakan nasional di Indonesia.
b . Partai Kongres India

Dalam melawan Inggris di India, kaum pergerakan nasional di India membentuk All India National Congress (Partai Kongres India), atas inisiatif seorang Inggris Allan Octavian Hume pada tahun 1885. Di bawah kepemimpinan Mahatma Gandhi, partai ini kemudian menetapkan garis perjuangan yang meliputi Swadesi, Ahimsa, Satyagraha, dan Hartal. Keempat ajaran Ghandi ini, terutama Satyagraha mengandung makna yang memberi banyak inspirasi terhadap perjuangan di Indonesia.
c . Filipina di bawah Jose Rizal
Filipina merupakan jajahan Spanyol yang berlangsung sejak 1571 – 1898. Dalam perjalanan sejarah Filipina muncul sosok tokoh yang bernama Jose Rizal yang merintis pergerakan nasional dengan mendirikan Liga Filipina. Pada tahun 1892 Jose Rizal melakukan perlawanan bawah tanah terhadap penindasan Spanyol. Tujuan yang ingin dicapai adalah bagaimana membangkitkan nasionalisme Filipina dalam menghadapi penjajahan Spanyol. Dalam perjuangannya Jose Rizal dihukum mati pada tanggal 30 Desember 1896, setelah gagal dalam pemberontakan Katipunan. Sikap patriotisme dan nasionalisme yang ditunjukkan Jose Rizal membangkitkan semangat rela berkorban dan cinta tanah air bagi para cendekiawan di Indonesia.
d . Gerakan Nasionalisme Cina
Dinasti Manchu (Dinasti Ching) memerintah di Cina sejak tahun 1644 sampai 1912. Dinasti ini dianggap dinasti asing oleh bangsa Cina karena dinasti ini bukan keturunan bangsa Cina. Masuknya pengaruh Barat menyebabkan munculnya gerakan rakyat yang menuduh bahwa Dinasti Manchu sudah lemah dan bekerja sama dengan imperialis Barat. Oleh karena itu muncul gerakan rakyat Cina untuk menentang penguasa asing yaitu para imperialis Barat dan Dinansti Manchu yang juga dianggap penguasa asing. Munculnya gerakan nasionalisme Cina diawali dengan terjadinya pemberontakan Tai Ping (1850 – 1864) dan kemudian disusul oleh pemberontakan Boxer. Gerakan ini ternyata berimbas semangatnya di tanah air Indonesia.
e . Gerakan Turki Muda

Gerakan nasionalisme di Turki pada tahun 1908 dipimpin oleh Mustafa Kemal Pasha. Gerakannya dinamakan Gerakan Turki Muda. Ia menuntut adanya pembaruan dan modernisasi di segala sektor kehidupan masyarakatnya. Gerakan Turki Muda memberikan pengaruh politis bagi pergerakan bangsa Indonesia sebab mengarah pada pembaruan-pembaruan dan modernisasi.

Indische Partij (IP)

IP didirikan pada tanggal 25 Desember 1912 di Bandung oleh tokoh Tiga Serangkai, yaitu E.F.E Douwes Dekker, Dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat. Pendirian IP ini dimaksudkan untuk mengganti Indische Bond yang merupakan organisasi orang-orang Indo dan Eropa di Indonesia. Hal ini disebabkan adanya keganjilan-keganjilan yang terjadi (diskriminasi) khususnya antara keturunan Belanda totok dengan orang Belanda campuran (Indo). IP sebagai organisasi campuran menginginkan adanya kerja sama orang Indo dan bumi putera. Hal ini disadari benar karena jumlah orang Indo sangat sedikit, maka diperlukan kerja sama dengan orang bumi putera agar kedudukan organisasinya makin bertambah kuat.

         Di samping itu juga disadari betapa pun baiknya usaha yang dibangun oleh orang Indo, tidak akan mendapat tanggapan rakyat tanpa adanya bantuan orang-orang bumi putera. Perlu diketahui bahwa E.F.E Douwes Dekker dilahirkan dari keturunan campuran, ayah Belanda, ibu seorang Indo. Indische Partij merupakan satu-satunya organisasi pergerakan yang secara terang-terangan bergerak di bidang politik dan ingin mencapai Indonesia merdeka. Tujuan Indische Partij adalah untuk membangunkan patriotisme semua indiers terhadap tanah air. IP menggunakan media majalah Het Tijdschrifc dan surat kabar ‘De Expres’ pimpinan E.F.E Douwes Dekker sebagai sarana untuk membangkitkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air Indonesia. Tujuan dari partai ini benar-benar revolusioner karena mau mendobrak kenyataan politik rasial yang dilakukan pemerintah kolonial. Tindakan ini terlihat nyata pada tahun 1913. Saat itu pemerintah Belanda akan mengadakan peringatan 100 tahun bebasnya Belanda dari tangan Napoleon Bonaparte (Prancis). 

            Perayaan ini direncanakan diperingati juga oleh pemerintah Hindia Belanda. Adalah suatu yang kurang pas di mana suatu negara penjajah melakukan upacara peringatan pembebasan dari penjajah pada suatu bangsa yang dia sebagai penjajahnya. Hal yang ironis ini mendatangkan cemoohan termasuk dari para pemimpin Indische Partij. R.M. Suwardi Suryaningrat menulis artikel bernada sarkastis yang berjudul ‘Als ik een Nederlander was’, Andaikan aku seorang Belanda. Akibat dari tulisan itu R.M. Suwardi Suryaningrat ditangkap. Menyusul sarkasme dari Dr. Cipto Mangunkusumo yang dimuat dalam De Express tanggal 26 Juli 1913 yang diberi judul Kracht of Vrees?, berisi tentang kekhawatiran, kekuatan, dan ketakutan. Dr. Tjipto pun ditangkap, yang membuat rekan dalam Tiga Serangkai, E.F.E. Douwes Dekker turut mengkritik dalam tulisannya di De Express tanggal 5 Agustus 1913 yang berjudul Onze Helden: Tjipto Mangoenkoesoemo en Soewardi Soerjaningrat, Pahlawan kita: Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat. 

              Kecaman-kecaman yang menentang pemerintah Belanda menyebabkan ketiga tokoh dari Indische Partij ditangkap. Pada tahun 1913 mereka diasingkan ke Belanda. Namun pada tahun 1914 Cipto Mangunkusumo dikembalikan ke Indonesia karena sakit. Sedangkan Suwardi Suryaningrat dan E.F.E. Douwes Dekker baru kembali ke Indonesia pada tahun 1919. Suwardi Suryaningrat terjun dalam dunia pendidikan, dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara, mendirikan perguruan Taman Siswa. E.F.E Douwes Dekker juga mengabdikan diri dalam dunia pendidikan dan mendirikan yayasan pendidikan Ksatrian Institute di Sukabumi pada tahun 1940. Dalam perkembangannya, E.F.E Douwes Dekker ditangkap lagi dan
dibuang ke Suriname, Amerika Latin.

Partai Nasional Indonesia (PNI)

Berdirinya partai-partai dalam pergerakan nasional banyak berawal dari studie club. Salah satunya adalah Partai Nasional Indonesia (PNI). Partai Nasional Indonesia (PNI) yang lahir di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927 tidak terlepas dari keberadaan Algemeene Studie Club. Lahirnya PNI juga dilatarbelakangi oleh situasi sosio politik yang kompleks. Pemberontakan PKI pada tahun 1926 membangkitkan semangat untuk menyusun kekuatan baru dalam menghadapi pemerintah kolonial Belanda. Rapat pendirian partai ini dihadiri Ir. Soekarno, Dr. Cipto Mangunkusumo, Soedjadi, Mr. Iskaq Tjokrodisuryo, Mr. Budiarto, dan Mr. Soenarjo. Pada awal berdirinya, PNI berkembang sangat pesat karena didorong oleh faktor-faktor berikut.
a. Pergerakan yang ada lemah sehingga kurang bisa menggerakkan massa.
b. PKI sebagai partai massa telah dilarang.
c. Propagandanya menarik dan mempunyai orator ulung yang bernama Ir. Soekarno (Bung Karno).
Untuk mengobarkan semangat perjuangan nasional, Bung Karno mengeluarkan Trilogi sebagai pegangan perjuangan PNI. Trilogi tersebut mencakup kesadaran nasional, kemauan nasional, dan perbuatan nasional. Tujuan PNI adalah mencapai Indonesia merdeka. Untuk mencapai tujuan tersebut, PNI menggunakan tiga asas yaitu self help (berjuang dengan usaha sendiri) dan nonmendiancy, sikapnya 
terhadap pemerintah juga antipati dan nonkooperasi. Dasar perjuangannya adalah marhaenisme. Kongres Partai Nasional Indonesia yang pertama diadakan di Surabaya, tanggal 27 – 30 Mei 1928. Kongres ini menetapkan beberapa hal berikut.
1. Susunan program yang meliputi:
a. bidang politik untuk mencapai Indonesia merdeka,
b. bidang ekonomi dan sosial untuk memajukan pelajaran nasional.
2. Menetapkan garis perjuangan yang dianut adalah nonkooperasi.
3. Menetapkan garis politik memperbaiki keadaan politik, ekonomi dan sosial dengan kekuatan sendiri, antara lain dengan mendirikan sekolah-sekolah, poliklinik-poliklinik, bank nasional, perkumpulan koperasi, dan sebagainya.
Peranan PNI dalam pergerakan nasional Indonesia sangat besar. Menyadari perlunya pernyataan segala potensi rakyat, PNI memelopori berdirinya Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). PPPKI diikuti oleh PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia), Budi Utomo, Pasundan, Sumatranen Bond, Kaum Betawi, Indonesische Studi Club, dan Algemeene Studie Club. Berikut ini ada dua jenis tindakan yang dilaksanakan untuk memperkokoh diri dan berpengaruh di masyarakat.
1. Ke dalam, mengadakan usaha-usaha dari dan untuk lingkungan sendiri seperti mengadakan kursus-kursus, mendirikan sekolah, bank dan sebagainya.
2. Keluar, dengan memperkuat opini publik terhadap tujuan PNI antara lain melalui rapat-rapat umum dan penerbitan surat kabar Banteng Priangan di Bandung, dan Persatuan Indonesia di Jakarta.
Kegiatan PNI ini cepat menarik massa dan hal ini sangat mencemaskan pemerintah kolonial Belanda. Pengawasan terhadap kegiatan politik dilakukan semakin ketat bahkan dengan tindakantindakan penggeledahan dan penangkapan. Dengan berkembangnya desas desus bahwa PNI akan mengadakan pemberontakan, maka empat tokoh PNI yaitu Ir. Soekarno, R. Gatot Mangkuprojo, Markun Sumodiredjo, dan Supriadinata ditangkap dan dijatuhi hukuman oleh pengadilan Bandung. Dalam proses peradilan itu, Ir. Soekarno dengan kepiawaiannya melakukan pembelaan yang diberi judul “Indonesia Menggugat”. Penangkapan terhadap para tokoh pemimpin PNI merupakan pukulan berat dan menggoyahkan keberlangsungan partai. Dalam suatu kongres luar biasa yang diadakan di Jakarta pada tanggal 25 April 1931, diambil keputusan untuk membubarkan PNI. Pembubaran ini menimbulkan pro dan kontra. Mr. Sartono kemudian mendirikan Partindo. Mereka yang tidak setuju dengan pembubaran masuk dalam Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru) yang didirikan oleh Drs. Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir. Baik Partindo maupun PNI Baru, masih memakai asas PNI yang lama yaitu self help dan nonkooperasi. Namun di antara keduanya terdapat perbedaan dalam hal strategi perjuangan. PNI Baru lebih mengutaman pendidikan politik dan sosial, sedangkan Partindo mengutamakan aksi massa sebagai senjata yang tepat untuk mencapai kemerdekaan.

Partai Komunis Indonesia (PKI)

Partai Komunis Indonesia (PKI) secara resmi berdiri pada tanggal 23 Mei 1920. Berdirinya PKI tidak terlepas dari ajaran Marxis yang dibawa oleh Sneevliet. Ia bersama teman-temannya seperti Brandsteder, H.W Dekker, dan P. Bergsma, mendirikan Indische Social Democratische Vereeniging (ISDV) di Semarang pada tanggal 4 Mei 1914. Tokoh-tokoh Indonesia yang bergabung dalam ISDV antara lain Darsono, Semaun, Alimin, dan lain-lain. PKI terus berupaya mendapatkan pengaruh dalam masyarakat. Salah satu upaya yang ditempuhnya adalah melakukan infiltrasi dalam tubuh Sarekat Islam. Infiltrasi dapat dengan mudah dilakukan karena ada beberapa faktor berikut.
a. Adanya kemelut dalam tubuh SI, di mana pemerintah Belanda lebih memberi pengakuan kepada cabang Sarekat Islam lokal.
b. Adanya disiplin partai dalam SI, di mana anggota SI yang merangkap anggota ISDV harus keluar dari SI. Akibatnya SI terpecah menjadi SI Merah dan SI Putih.
Setelah berhasil menyusup dalam tubuh SI, jumlah anggota PKI semakin besar. PKI berkembang pesat. Berikut ini ada beberapa faktor yang menyebabkan PKI berkembang pesat.
a. Propagandanya yang sangat menarik.
b. Memiliki pemimpin yang berjiwa kerakyatan.
c. Pandai merebut massa rakyat yang tergabung dalam partai lain.
d. Sikapnya yang tegas terhadap pemerintah kolonial dan kapitalis.
e. Di kalangan rakyat terdapat harapan bahwa PKI bisa menggantikan Ratu Adil.

Organisasi PKI makin kuat ketika pada bulan Februari 1923 Darsono kembali dari Moskow. Ditambah dengan tokoh-tokoh Alimin dan Musso, maka peranan politik PKI semakin luas. Pada tanggal 13 November 1926, Partai Komunis Indonesia mengadakan pemberontakan di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Pemberontakan ini sangat sia-sia karena massa sama sekali tidak siap di samping organisasinya masih kacau. PKI telah mengorbankan ribuan orang yang termakan hasutan untuk ikut serta dalam pemberontakan. Dampak buruk lainnya yang menimpa para pejuang pergerakan di tanah air adalah berupa pengekangan dan penindasan yang luar biasa dari pemerintah Belanda sehingga sama sekali tidak punya ruang gerak. Walaupun PKI dinyatakan sebagai partai terlarang tetapi secara ilegal mereka masih melakukan kegiatan politiknya. Semaun, Darsono, dan Alimin meneruskan propaganda untuk tetap memperjuangkan aksi revolusioner di Indonesia.

Perhimpunan Indonesia dan Manifesto Politik

Pada tahun 1908 di Belanda berdiri sebuah organisasi yang bernama Indische Vereeniging. Pelopor pembentukan organisasi ini adalah Sutan Kasayangan Soripada dan RM Noto Suroto. Para mahasiswa lain yang terlibat dalam organisasi ini adalah R. Pandji Sosrokartono, Gondowinoto, Notodiningrat, Abdul Rivai, Radjiman Wediodipuro (Wediodiningrat), dan Brentel. Tujuan dibentuknya Indische Vereeniging adalah untuk memajukan kepentingan bersama dari orang-orang yang berasal dari Indonesia. Kedatangan tokoh-tokoh Indische Partij seperti Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat, sangat mempengaruhi perkembangan Indische Vereeniging. Masuk konsep “Hindia Bebas” dari Belanda, dalam pembentukan negara Hindia yang diperintah oleh rakyatnya sendiri. Perasaan anti-kolonialisme semakin menonjol setelah ada seruan Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson tentang kebebasan dalam menentukan nasib sendiri pada negara-negara terjajah (The Right of Self Determination). Dalam upaya berkiprah lebih jauh, organisasi ini memiliki media komunikasi yang berupa majalah Hindia Poetra. Pada rapat umum bulan Januari 1923, Iwa Kusumasumantri sebagai ketua baru memberi penjelasan bahwa organisasi yang sudah dibenahi ini mempunyai tiga asas pokok yang disebut juga Manifesto Politik, yaitu:
a. Indonesia ingin menentukan nasib sendiri,
b. agar dapat menentukan nasib sendiri, bangsa Indonesia harus mengandalkan kekuatan dan kemampuan sendiri, dan
c. dengan tujuan melawan Belanda bangsa Indonesia harus bersatu.

Kegiatan Indische Vereeniging semakin tegas dan radikal, dan telah berkembang ke arah politik. Sejalan dengan semakin meluasnya pemakaian nama Indonesische, dirasa perlu untuk mengubah nama organisasi menjadi Indonesische Vereeniging pada tahun 1924. Majalah Hindia Poetra pun ikut berubah nama menjadi Indonesia Merdeka. Melalui rapat pada tanggal 3 Februari 1925 akhirnya Indonesische Vereeniging diganti menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Semboyan “Indonesia Merdeka” sudah menjadi slogan meskipun mengatakannya dengan Bahasa Belanda. Melalui media “Indonesia Merdeka” dan kegiatan internasional, dunia internasional mengetahui aktivitas perjuangan para pemuda Indonesia. Berikut ini kegiatan-kegiatan internasional yang diikuti oleh PI.
a. Mengikuti Kongres ke-6 Liga Demokrasi Internasional untuk Perdamaian di Paris pada tahun 1926. Delegasi Perhimpunan Indonesia dipimpin oleh Mohammad Hatta.
b. Mengikuti Kongres I Liga Penentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial di Berlin pada tahun 1927, mengirimkan Mohammad Hatta, Nasir Pamuncak, Batot, dan Achmad Subardjo. Dalam perjalanannya Perhimpunan Indonesia mengalami banyak tekanan dari pemerintah Belanda, lebih-lebih setelah terjadi pemberontakan Partai Komunis Indonesia pada tahun 1926. Pengawasan dilakukan semakin ketat. Meskipun demikian, pada tanggal 25 Desember 1926 Semaun bersama Mohammad Hatta menandatangani suatu kesepakatan yang dikenal dengan Konvensi Hatta-Semaun. Dalam kesepakatan itu ditekankan pada upaya Perhimpunan Indonesia tetap pada garis perjuangan kebangsaan dan diharapkan PKI dengan ormas-ormasnya tidak menghalang-halangi Perhimpunan Indonesia dalam mewujudkan citacitanya. Cita-cita Perhimpunan Indonesia tertuang dalam 4 pokok ideologi dengan memerhatikan masalah sosial, ekonomi dengan menempatkan kemerdekaan sebagai tujuan politik yang dikembangkan sejak tahun 1925. Keempat pokok ideologi tersebut adalah kesatuan nasional, solidaritas, non-kooperasi, dan swadaya.

Masa pergerakan nasional di Indonesia

                   Masa pergerakan nasional di Indonesia ditandai dengan berdirinya organisasi-organisasi pergerakan. Masa pergerakan nasional (1908 - 1942), dibagi dalam tiga tahap berikut.
1. Masa pembentukan (1908 - 1920) berdiri organisasi seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, dan Indische Partij.
2. Masa radikal/nonkooperasi (1920 - 1930), berdiri organisasi seperti Partai Komunis Indonesia (PKI), Perhimpunan Indonesia (PI), dan Partai Nasional Indonesia (PNI).
3. Masa moderat/kooperasi (1930 - 1942), berdiri organisasi seperti Parindra, Partindo, dan Gapi. Di samping itu juga berdiri organisasi keagamaan, organisasi pemuda, dan organisasi perempuan.

1. Budi Utomo (BU)


Pada tahun 1906 Mas Ngabehi Wahidin Sudirohusodo, merintis mengadakan kampanye menghimpun dana pelajar (Studie Fund) di kalangan priyayi di Pulau Jawa. Upaya dr. Wahidin ini bertujuan untuk meningkatkan martabat rakyat dan membantu para pelajar yang kekurangan dana. Dari kampanye tersebut akhirnya pada tanggal 20 Mei 1908 berdiri organisasi Budi Utomo dengan ketuanya Dr. Sutomo. Organisasi Budi Utomo artinya usaha mulia. Pada mulanya Budi Utomo bukanlah sebuah partai politik. Tujuan utamanya adalah kemajuan bagi Hindia Belanda. Hal ini terlihat dari tujuan yang hendak dicapai yaitu perbaikan pelajaran di sekolah-sekolah, mendirikan badan wakaf yang mengumpulkan tunjangan untuk kepentingan belanja anak-anak bersekolah, membuka sekolah pertanian, memajukan teknik dan industri, menghidupkan kembali seni dan kebudayaan bumi putera, dan menjunjung tinggi cita-cita kemanusiaan dalam rangka mencapai kehidupan rakyat yang layak.
Kongres Budi Utomo yang pertama berlangsung di Yogyakarta pada tanggal 3 Oktober – 5 Oktober 1908. Kongres ini dihadiri beberapa cabang yaitu Bogor, Bandung, Yogya I, Yogya II, Magelang, Surabaya, dan Batavia. Dalam kongres yang pertama berhasil diputuskan beberapa hal berikut.
a. Membatasi jangkauan geraknya kepada penduduk Jawa dan Madura.
b. Tidak melibatkan diri dalam politik.
c. Bidang kegiatan adalah bidang pendidikan dan budaya.
d. Menyusun pengurus besar organisasi yang diketuai oleh R.T. Tirtokusumo.
e. Merumuskan tujuan utama Budi Utomo yaitu kemajuan yang selaras untuk negara dan bangsa.
Terpilihnya R.T. Tirtokusumo yang seorang bupati sebagai ketua rupanya dimaksudkan agar lebih memberikan kekuatan pada Budi Utomo. Kedudukan bupati memberi dampak positif dalam rangka menggalang dana dan keanggotaan dari Budi Utomo. Untuk usaha memantapkan keberadaan Budi Utomo diusahakan untuk segera mendapatkan badan hukum dari pemerintah Belanda. Hal ini terealisasi pada tanggal 28 Desember 1909, anggaran dasar Budi Utomo disahkan. Dalam perkembangannya, di tubuh Budi Utomo muncul dua
aliran berikut.
a. Pihak kanan, berkehendak supaya keanggotaan dibatasi pada golongan terpelajar saja, tidak bergerak dalam lapangan politik dan hanya membatasi pada pelajaran sekolah saja.
b. Pihak kiri, yang jumlahnya lebih kecil terdiri dari kaum muda berkeinginan ke arah gerakan kebangsaan yang demokratis, lebih memerhatikan nasib rakyat yang menderita.
Adanya dua aliran dalam tubuh Budi Utomo menyebabkan terjadinya perpecahan. Dr. Cipto Mangunkusumo yang mewakili kaum muda keluar dari keanggotaan. Akibatnya gerak Budi Utomo semakin lamban. Berikut ini ada beberapa faktor yang menyebabkan semakin lambannya Budi Utomo.
a. Budi Utomo cenderung memajukan pendidikan untuk kalangan priyayi daripada penduduk umumnya.
b. Lebih mementingkan pemerintah kolonial Belanda dari pada kepentingan rakyat Indonesia.
c. Menonjolnya kaum priyayi yang lebih mengutamakan jabatan menyebabkan kaum terpelajar tersisih.

Ketika meletus Perang Dunia I tahun 1914, Budi Utomo mulai terjun dalam bidang politik. Berikut ini beberapa bentuk peran politik Budi Utomo.
a. Melancarkan isu pentingnya pertahanan sendiri dari serangan bangsa lain.
b. Menyokong gagasan wajib militer pribumi.
c. Mengirimkan komite Indie Weerbaar ke Belanda untuk pertahanan Hindia.
d. Ikut duduk dalam Volksraad (Dewan Rakyat).
e. Membentuk Komite Nasional untuk menghadapi pemilihan anggota volksraad.
Budi Utomo mampu menerbitkan majalah bulanan Goeroe Desa yang memiliki kiprah masih terbatas di kalangan penduduk pribumi. Sejalan dengan kemerosotan aktivitas dan dukungan pribumi pada Budi Utomo, maka pada tahun 1935 Budi Utomo mengadakan fusi ke dalam Partai Indonesia Raya (Parindra). Sejak itu BU terus mengalami kemerosotan dan mundur dari arena politik.

Latar Belakang Tibulnya Kesadaran Nasional

           Perasaan akan timbulnya nasionalisme bangsa Indonesia telah tumbuh sejak lama, bukan secara tiba-tiba. Nasionalisme tersebut masih bersifat kedaerahan, belum bersifat nasional. Nasionalisme yang bersifat menyeluruh dan meliputi semua wilayah Nusantara baru muncul sekitar awal abad XX. Lahirnya nasionalisme bangsa Indonesia didorong oleh dua faktor, baik faktor intern maupun faktor ekstern.

Sejarah Perlawan Raja Sisingamaraja XII

Ketika Sisingamangaraja XII dinobatkan menjadi Raja Batak, waktu itu umurnya baru 19 tahun. Sampai pada tahun 1886, hampir seluruh Sumatera sudah dikuasai Belanda kecuali Aceh dan tanah Batak yang masih berada dalam situasi merdeka dan damai di bawah pimpinan Raja Sisingamangaraja XII yang masih muda. Rakyat bertani dan beternak, berburu dan sedikit-sedikit berdagang. Kalau Raja Sisingamangaraja XII mengunjungi suatu negeri semua yang ditawan, harus dilepaskan. Sisingamangaraja XII memang terkenal anti perbudakan, anti penindasan dan sangat menghargai kemerdekaan. Belanda pada waktu itu masih mengakui Tanah Batak sebagai “De Onafhankelijke Bataklandan” atau daerah Batak yang tidak tergantung pada Belanda.

Sejak tahun 1837, Belanda memecah tanah Batak menjadi dua bagian, yaitu daerah-daerah yang telah direbut Belanda menjadi daerah Gubernemen yang disebut “Residentie Tapanuli dan Onderhoorigheden”, dengan seorang Residen berkedudukan di Sibolga yang secara administratif tunduk kepada Gubernur Belanda di Padang. Sedangkan bagian Tanah Batak lainnya, yaitu daerah-daerah Silindung, Pahae, Habinsaran, Dairi, Humbang, Toba, Samosir, belum berhasil dikuasai oleh Belanda dan tetap diakui Belanda sebagai Tanah Batak yang merdeka atau ‘De Onafhankelijke Bataklandan’.

Pada tahun 1876, Belanda mengumumkan Regerings Besluit yang, yang menyatakan daerah Silindung/Tarutung dan sekitarnya dimasukkan kepada kekuasaan Belanda dan harus tunduk kepada Residen Belanda di Sibolga, suasana di tanah Batak bagian utara menjadi panas. Raja Sisingamangaraja XII yang bukan berasal dari Silindung, tetapi sebagai Raja yang mengayomi raja-raja lainnya di seluruh Tanah Batak, bangkit kemarahannya melihat Belanda mulai menguasai tanah-tanah Batak.

Raja Sisingamangaraja XII cepat mengerti siasat strategi Belanda. Kalau Belanda mulai mencaplok Silindung, tentu mereka akan menyusul dengan menguasai Humbang, Toba, Samosir, Dairi dan daerah lain. Raja Sisingamangaraja XII cepat bertindak, beliau segera mengambil langkah-langkah untuk perang. Raja-raja Batak lainnya dan pemuka masyarakat dihimpunnya dalam suatu rapat raksasa di Pasar Balige, bulan Juni 1876. Dalam rapat penting dan bersejarah itu diambil tiga keputusan sebagai berikut :

1. Menyatakan perang terhadap Belanda
2. Zending Agama tidak diganggu

3. Menjalin kerjasama Batak dan Aceh untuk sama-sama melawan Belanda.

Tahun 1877, mulailah perang Batak yang terkenal itu, yang berlangsung 30 tahun lamanya. Dimulai di Bahal Batu, Humbang, berkobar perang yang ganas selama tiga dasawarsa, 30 tahun. Belanda mengerahkan pasukan-pasukannya dari Singkil Aceh, menyerang pasukan rakyat semesta yang dipimpin Raja Sisingamangaraja XII.

Pasukan Belanda yang datang menyerang ke arah Bakara, tempat istana dan markas besar Sisingamangaraja XII di Tangga Batu, Balige mendapat perlawanan dan berhasil dihadang.Belanda merubah taktik, ia menyerbu pada babak berikutnya ke kawasan Balige untuk merebut sumber makanan bagi pasukan Sisingamangaraja XII di daerah Toba. Tahun 1882, hampir seluruh daerah Balige telah dikuasai Belanda, sedangkan Laguboti masih tetap dipertahankan oleh panglima-panglima Sisingamangaraja XII antara lain Panglima Ompu Partahan Bosi Hutapea. Baru setahun kemudian Laguboti jatuh setelah Belanda mengerahkan pasukan satu batalion tentara bersama barisan penembak-penembak meriam.

Pada tahun 1883, Belanda benar-benar mengerahkan seluruh kekuatannya dan Sisingamangaraja XII beserta para panglimanya juga bertarung dengan gigih. Tahun itu, di hampir seluruh Tanah Batak pasukan Belanda harus bertahan dari serbuan pasukan-pasukan yang setia kepada perjuangan Raja Sisingamangaraja XII. Namun pada tanggal 12 Agustus 1883, Bakara, tempat Istana dan Markas Besar Sisingamangaraja XII berhasil direbut oleh pasukan Belanda. Sisingamangaraja XII mengundurkan diri ke Dairi bersama keluarganya dan pasukannya yang setia, juga ikut Panglima-panglimanya yang terdiri dari suku Aceh dan lain-lain.

Tahun 1907, di pinggir kali Aek Sibulbulon, di suatu desa yang namanya Si Onom Hudon, di perbatasan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Dairi yang sekarang, gugurlah Sisingamangaraja XII oleh peluru Marsuse Belanda pimpinan Kapten Christoffel.
Sisingamangaraja XII gugur bersama dua putranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi serta putrinya Lopian. Konon Raja Sisingamangaraja XII yang kebal peluru tewas kena peluru setelah terpercik darah putrinya Lopian, yang gugur di pangkuannya. Pengikut-pengikutnya berpencar dan berusaha terus mengadakan perlawanan, sedangkan keluarga Sisingamangaraja XII yang masih hidup ditawan, dihina dan dinista, mereka pun ikut menjadi korban perjuangan.
 

Perang Banjar





Perang Banjar 1859-1863 merupakan perlawanan rakyat terhadap Belanda di Kalimantan Selatan. Perang ini meletus pada 28 April 1859, dan dipimpin oleh Pangeran Antasari untuk merebut benteng Pengaron milik Belanda yang dipertahankan mati-matian. Pertempuran di benteng pengaron ini disambut dengan pertempuran-pertempuran di pelbagai medan yang tersebar di Kalimantan Selatan, yang dipimpin oleh Kiai Demang Lehman, Haji Buyasin, Tumenggung antaluddin di benteng Gunung Madang Kandangan, Pangeran Amrullah dan lain-lain.
Seperti halnya di daerah lain di Indonesia sebab-sebab perang adalah:

Faktor ekonomi. Belanda memonopoli perdagangan lada, rotan, damar, serta hasil emas dan intan. Monopoli tersebut sangat merugikan rakyat maupun pedagang di daerah tersebut sejak abad-17. Pada abad-19 Belanda bercita menguasai Kalimantan Selatan untuk melaksanakan Pax Netherlandica.
Faktor politik. Belanda ikut campur urusan kerajaan yang menimbulkan ketidaksenangan. Pada saat menentukan pengganti Sultan Adam maka yang diangkat adalah Pangeran Tamjidillah yang disenangi Belanda. Sedangkan Pangeran Hidayatullah yang lebih berhak atas takhta hanya dijadikan Mangkubumi kerana tidak menyukai Belanda.
Campur tangan Belanda di keraton makin besar dan kedudukan Pangeran Hidayatullah makin terdesak maka ia melakukan perlawanan terhadap Belanda bersama Pangeran Antasari, sepupunya. Siapakah para pengikut perjuangan tersebut? Tidak kurang dari 3000 orang bersedia membantu termasuk tokoh-tokoh agama seperti Kyai Demang Leman, Haji Langlang, Haji Nasrum dan Haji Buyasih. Pasukan Antasari berusaha menyerang pos-pos Belanda di Martapura dan Pangaron. Sebaliknya pada pertempuran tanggal 27 September 1859 Belanda dapat menduduki benteng pasukan Pangeran Antasari di Gunung Lawak.
Tindakan Belanda berikutnya adalah menurunkan Sultan Tamjidillah dari takhta. Sementara itu Pangeran Hidayatullah menolak untuk menghentikan perlawanan lalu meninggalkan kraton, maka pada tahun 1860 kerajaan Banjar dihapuskan dan daerah tersebut menjadi daerah kekuasaan Belanda.

Perlawanan Patih Gusti Keutu Jelantik

  Raja Buleleng dan Karangsem nampaknya telah sepakat secara bersama-sama untuk menghadapi Belanda yang setiap saat telah berusaha untuk merongrong dan mengurangi kekuasaan raja-raja Bali dengan mengikatnya melalui perjanjian-perjanjian. Atas persetujuan dan perintah Gubernur Generaal Rachusen, maka disiapkanlah sebuah ekspedisi penyerangan terhadap kerajaan Buleleng. Sebagai realisasinya, maka pada tahun 1846 sebuah ekspedisi bertolak dari Besuki menuju buleleng di bawah pimpinan Schout E.B van den Bosch yang didampingi oleh seorang pelaut J. Entlie, A. J de Sintvan den Broeek, serta pimpinan angkatan darat di bawah Letnan Kolonel J . Bakker

Jalannya Perlawanan Pada tanggal 23 Mei 1846, kapal "Bromo" telah mendarat di pelabuhan Buleleng. Salah seorang dari kapal itu mengutus seorang Cina yang pada waktu itu ia menjabat sebagai Syahbandar untuk menghadap raja Buleleng, dengan tugas menyampaikan perintah agar mau menerima perintah Belanda. Raja Buleleng beserta patihnya menolak, dan menyatakan tetap pada prinsipnya yang semula. Patih Gusti Ketut Jelantik mulai mempersiapkan laskarnya untuk setiap saat menghadapi serangan dari ekspedisi Belanda.

Pada tanggal 26 Mei 1846, raja Buleleng mengutus subandar Buleleng untuk menghadap kepada pemerintah Belanda yang berada di kapal "Bromo", dengan membawa surat raja Buleleng yang isinya meminta penangguhan waktu sepuluh hari karena raja Buleleng akan mengadakan perundingan dengan raja Klungkung, saudaranya dari kerajaan Karangasem.

Dalam upaya untuk memperoleh waktu yang cukup banyak untuk menyusun kekuatan kembali, maka raja Buleleng bersedia menandatangani perjanjian yang disodorkan oleh pemerintah Belanda sebagai tanda kekalahan di pihak Buleleng. Perjanjian itu ditandatangani pada tangal 9 Juli 1846, baik oleh pihak raja Buleleng maupun dari pihak pemerintah Belanda sendiri.
 

Perang Diponegoro (1825 – 1830)

Pusat perlawanan Pangeran Diponegoro berawal di Selarong. Untuk menghindari sergapan Belanda, Pangeran Diponegoro memindahkan markasnya ke tempat lain, yakni ke Pleret, Dekso, dan Pengasih. Dari markas ke markas itu, Pangeran Diponegoro menggunakan taktik perang gerilya. Dengan taktik itu secara serentak pasukannya menyerang kedudukan Belanda di berbagai kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Selain menggunakan taktik perang gerilya, Pangeran Diponegoro juga menggunakan cara sebagai berikut:
a.    Membentuk pasukan dengan nama Turkiyo, Bulkiyo, dan Arkiyo
b.    Menjadikan Selarong sebagai pusat perlawanan
c.    Mendirikan markas gerilya di Kalisoko, Selarong, Dekso, Plered, Semarang, Madiun, dan Kertasana.

Pada tahun 1826, Pangeran Diponegoro memperoleh banyak kemenangan karena mendapat dukungan rakyat. Dalam perang ini, Pangeran Diponegoro dibantu oleh tokoh-tokoh seperti Kyai Mojo, Sentot Ali Basah Prawirodirejo, Pangeran Mangkubumi, Surya Alam, Kerta Pengalasan, Kerto Dirjo, Suriaatmojo, Pangeran Serang, dan Kyai Kasan Beshari.

Usaha-usaha Belanda untuk mengalahkan Pangeran Diponegoro antara lain:
a.    Menggunakan sistem Benteng Stelsel, yaitu mendirikan benteng pertahanan pada setiap daerah yang dikuasai Belanda. Tujuan pelaksanaan benteng stelsel adalah untuk mempersempit daerah gerakan Pangeran Diponegoro dan untuk memutuskan akses antar daerah
b.    Membentuk pasukan anti perang gerilya
c.    Memberi janji yang menarik kepada Surakarta dan Mangkunegaran agar tidak mendukung Pangeran Diponegoro
d.    Memberi hadiah yang tinggi kepada orang yang dapat menangkap Pangeran Diponegoro
e.    Mengangkat kembali Sultan Sepuh supaya dapat mempengaruhi rakyat
f.    Menggunakan siasat berunding.

Akhir perlawanan
Pada tahun 1828, Kyai Mojo menyerah sehingga pasukan Pangeran Diponegoro melemah. Disusul kemudian oleh pasukan bantuan yang lainnya. Pada tanggal 28 Maret 1830 diadakan perundingan di Magelang. Perundingan ini gagal dan dengan tak terduga Pangeran Diponegoro ditangkap oleh Jenderal De Kock. Setelah ditangkap, Pangeran Diponegoro diasingkan ke Manado adn selanjutnya dipindahkan ke Makasar hingga wafat pada tanggal 8 Januari 1855.

Perang Diponegoro membawa akibat:
a.    Kas keuangan Belanda kosong
b.    Wilayah Yogyakarta dan sekitarnya dikuasai Belanda.

Perang Bone

Pada tahun 1824, Gubernur Jenderal van der Capellen membujuk kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan untuk memperbarui Perjanjian Bongaya, tetapi Bone bersikeras menolaknya. Setelah van der Capellen pergi meninggalkan Bone, Ratu Bone memimpin kerajaan-kerajaan Bugis melancarkan perang. Mereka merebut wilayah-wilayah yang dikuasai Belanda dan berhasil membantai dua garnisun Belanda. Tentunya pihak Belanda tidak tinggal diam, segera melancarkan serangan balasan.
Pada tahun 1825, pasukan Belanda berhasil memukul pasukan Bone. Penaklukan yang terakhir dan menentukan kekalahan Bone, baru terjadi pada tahun 1908. Bone harus menandatangani Perjanjian Pendek atau plakat pendek (Korte Verklaring).

Perang Paderi

2 golongan yang berpengaruh di Sumatra Barat :
-          Golongan pertama : golongan adat yang banyak berperan sebelum agama Islam berkembang di Sumatera Barat.
-          Golongan ke dua : golongan agamis / ulama yang terkenal denagn sebutan Paderi yang menjadi dominan setelah agama Islam berkembang di bumi Minangkabau.

Penyebab terjadinya Perang Paderi :
  • Makin kuatnya perebutan penganut antara kaum adat dan kaum agamis.
  • Hukum adat yang menekankan asas matrilineal tidak sesuai dengan hukum agama yang lebih menekankan peranan patrilineal.
  • Adanya kebiasaan golongan adat yang berseberangan dengan kaum agamis, seperti minum – minuman keras, sambung ayam dan judi.
  • Campur yangan Belanda dalam perebutan pengaruh di Masyarakat Sumatera Barat.
Kaum Paderi dibawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol menyerang kaum adat dan kaum adat meminta pertolongan pada Belanda.
Perang Paderi ada 3 tahap :
a.       Periode 1821 – 1825
Belanda dibawah pimpinan Letkol Raaf mengirim pasukan untuk membantu kaum adat. Pasukan Belanda berhasil menguasai dan mendirikan Benteng Fert Van Der Capellan.Tahun 1824, mengadakan Perjanjian Padang : untuk menghindari kerugian yang semakin besar. Tahun 1825, Kolonel Staers melakukan penyempurnaan perjanjian Padang karena perjanjian tersebut tidak dapat secara total menghentikan perang.
b.      Periode 1826 – 1830
c.       Periode 1831 - 1836
 

Perlawanan Pattimura


























Penyebab terjadinya perlawanan rakyat Maluku :
o   Adanya penindasan dan perlakuan semena – mena dari VOC terhadap masa lalu.
o   Pengerahan rakyat untuk dijadikan sedadu Belanda.
o   Dihidupkannya kembali kerja paksa yang sudah dihapuskan oleh Inggris.
o   Pemerintah Belanda dianggap lebih buruk dari pemerintah Inggris.
15 Mei 1817, pasukan Patimura menyerbu Benteng Deurtede dan berhasil menguasai selama 2 bulan. Belanda berusaha merebut kembali dengan cara mengerahkan pasukan dibawah pimpinan Mayor Beetjs tetapi gagal. Serangan berikutnya dipimpin oleh Letnan Groot. Tanggal 3 Agustus 1817, Benteng Deurtede berhasil dikuasai Belanda.
Christina Martha Tiahahu (tangan kanan Patimura), rumahnya dibakar. Ia dan ayahnya, Paulus Tiahahu ditangkap Belanda. Ayahnya dihukum mati, sedangkan Chiristina dibuang ke Laut Banda.

Perlawanan Sultan Hasanudin (Makasar)

 
Sultan Hasanudin melakukan beberapa hal yang tdk menyenagkan VOC :
    • Ia menjalin persahabatan dengan Maluku yang menjadi lawan VOC.
    • Secara sembunyi – sembunyi Hasanudin mengirim pasukan ke Maluku untuk membantu memerangi VOC.
    • Makasar berusaha nmenjual rempah – rempah pada pedagang bukan Belanda.
Tahun 1666- 1667 terjadi perang. VOC dibantu Aru Palaka (musuh Hasanudin). Sultan Hasanudin kalah, dan konsekuensinya harus menandatangani Perjanjian Bongaya. Isinya :
  •   VOC memperoleh monopoli perdagangan di Makasar.
  •   Aru Palaka harus diakui sebagai Raja Bone.
  •   Hassanudin harus melepas daerah jajahan.
  •   VOC boleh mendirikan benteng di Makasar.

Aru Palaka (tokoh kontroversi) yang bekerjasama dengan VOC karena Bone, tanah kelahirannya dijajah oleh Gowa (Kerajaan Hasanudin). Dalam perspektif sejarah nasional, semua yang bekerjasama dengan VOC dianggap penghianat. Sementara dalam perspektif Bone, dianggap pahlawan.

Perlawanan Kerajaan Mataram

Penyebab VOC ingin menguasai Pulau Jawa dan melakukan monopoli perdagangan. 1628 dan 1629, dipimpin Sultan Agung menyerang ke Batavia, namun gagal karena Batavia terlalu jauh, kekurangan bahan makanan, persenjataan kurang canggih dan adanya wabah penyakit.

Perlawanan Aceh

Penyebab : memonopoli perdagangan di Selat Malaka oleh Portugis. 1537, 1539, 1547 Aceh menyerang Portugis dipimpin Aulidin Riwayat Syah tapi gagal. 1607 – 1636 dimpin Sultan Iskandar Muda menyerang Portugis tapi gagal lagi.


Perlawanan Demak

Penyebab : memonopoli perdagangan di Selat Malak oleh Portugis. Tahun 1512 dan 1513 Demak menyerang Portugis di Malaka. Dipimpin Dipati Unus (gagal). 1551 dan 1574, Demak kembali menyerang dipimpin Ratu Kalinyamat, namun gagal lagi.

Perlawanan Rakyat dan Kerajaan di Nusantara

         
Melawan kolonialisme dan liberialisme :
1.      Perlawanan Demak
2.      Perlawanan Rakyat Aceh
3.      Perlawanan Kerajaan Mataram
4.      Perlawanan Sultan Hasanudin
5.      Perlawnan pattimura
6.      Perlawanan Paderi
7.      Perang Bone
8.      Perang Diponegoro
9.      Perlawanan Patih Jelatik
10.  Perang Banjar
11.  Perlawanan Sisingamangaraja XII

MASUKNYA KEKUASAAN ASING DI INDONESIA

1.   Kekuasaan Bangsa Portugis di Indonesia

Tahun 1511 tiba di Maluku, dan perang dengan Sultan Mahmud Syah (Sultan Malaka). Dan Portugis dapat menguasai Malaka dan Ternate pada tahun 1512. Namun, pada tahun 1575, berhasil diusir oleh Sultan Baabullah (Putra Sultan Hairun). Lalu Portugis berlayar ke Sumatra dan Jawa.

Sebab diusirnay Portugis dari Maluku  :

  1. Portugis memonopoli perdagangan cengkih sehingga merugikan Ternate.

  2. Sultan Hairun dibunuh Portugis dengan cara licik di Benteng Sao Paolo.

  3. Penyebaran agama oleh bangsa Portugis.

2.   Kekuasaan VOC di Indonesia

Tahun 1602 terbentuk Perserikatan Maskapai Hindia Timur atau VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) bersama di Amsterdam.

Hak – hak VOC (Hak Oktrooi) yang diberikan Parleman Belanda :

  •   Hak memonopoli perdagangan di wilayah antara Amerika Selatan sampai Afrika.

  •   Hak memiliki angkatan perang dan membangun benteng pertahanan.

  •   Hak sebagai wakil pemerintahan Belanda di Indonesia.

  •   Hak mengadakan perang dan menjajah.

  •   Hak untuk mengikat perjanjian dengan raja – raja Indonesia.

  •   Hak untuk mengangkat pegawai.

  •   Hak untuk mencetak dan mengedarkan uang sendiri.

  •   Hak untuk memungut pajak.

Hal yang dilakukan VOC dalam memonopoli rempah – rempah :

  Hak Eksteerpasi : hak untuk mengurangi hasil rempah – rempah dengan cara menebang atau memusnahkan, agar penawaran rempah – rempah terkendali.

  Pelayaran Hongi (Hongi Tochtan) : pengawasan terhadap pelaksanaan monopoli perdagangan di Indonesia..

Penyebab kemunduran VOC :

-          Pegawai VOC banyak yang korupsi.

-          Wilayah Indonesia sangat luas, sehingga membutuhkan biaya yang besar untuk mengelola.

-          Persaingan ketat dengan kongsi dagang lain, yaitu The East India Company / EIC (milik Inggris) yang berkedudukan di Calcuta.

-          Biaya perang untuk menumpas perlawanan spoladis di suku – suku di Indonesia sangat besar.

Dan VOC bubar pada tanggal 31 Desember 1799.

3.   Kekuasaan Prancis di Indonesia Masa Gubernur Jendral Daendels

Tahun 1800, Indonesia dibawah pemerintah Belanda. Tahun 1806, Belanda kalah dengan Prancis dipimpin Napoleon Bonaparte dan dia mengangkat adiknya, Leuis Napoleon menjadi raja di Belanda.

1806, Prancis (Napoleon Bonaparte) mengalahkan Belnda dan menguasai wilayah jajahannya termasuk Indonesia. Tahun 1808 Prancis mengangkat Herman William Daendels sebagai Gubernur Jendral Belanda di Indonesia, dengan tujuan untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris.

Perhatian Deandels :

1.       Membangun jalan Anyer – Panarukan (±1.100km).

2.       Melaksanakan kerja rodi untuk pekerjaan yang bersifat umum.

3.       Membangun angkatan perang.

4.       Mencampuri urusan intern kerajaan – kerajaan di Indonesia.

5.       Menjalankan sistem pemerintahan diktator.

6.       Mencari keuntungan besar melalui perdagangan budak.

Tahun 1811, Herman Daendels ditarik ke Belanda, karena menyengsarakan rakyat dan menimbulkan perlawanan diberbagai daerah. Herman Daendels digantikan oleh Jansens.

Tahun 1811, Inggris menyerang Batavia dipimpin oleh Lord Minto dan tanggal 18 September 1811 Jansens menandatangan perjanjian Kapitulasi Tuntang yang berisi penyerahan Batavia kepada Inggris.

4. Kekuasaan Inggris di Indonesia

EIC mengangkat Stamfort Raffles sebagai gubernur jendral di Indonesia. Langkah yang dilakukan oleh Raffles adalah :

·         Membagi Pulau Jawa menjadi 16 Karesidenan.

·         Mengurangi kekuasaan bupati dengan mengangkat bupati menjadi pegawai pemerintahan.

·         Menghilangkan sama sekali bentuk kerja paksa / rodi.

·         Menghapus pelayaran Hongi model VOC.

·         Melarang perbudakan karena tidak sesuai dengan semangat liberialisme.

·         Menghapus bentuk penyerahan (upeti).

·         Memungut sewa tanah / landrent, sebab tanah dianggap sebagai milik negara.

·         Melaksanakan sistem penjurian dalam peradilan.

Jasa Raffles dalam pengembangan ilmu pengetahuan :

o   Meneliti tumbuhan dan menamai temuannya dengan nama Rafflesia Arnoldi.

o   Membangun Kebun Raya Bogor.

o   Menulis buku History of Java.

5. Kekuasaan Kolonial Belanda

Tahun 1814 ada konvensi London, yaitu Prancis harus mengembalikan status negara – negara jajahan kekedudukan semula. Dan pada tahun 1816, Indonesia dikembalikan ke Belanda kecuali Pulau Bangka, Belitung, dan Bengkulu.

Akibatnayterjadi perlawanan dari rakyat, seperti perang Diponegoro, Perang Aceh, Perang Padri, Perang Patimura sehingga kas Belanda menjadi kosong. Dan akhirnya, Van den Bosh mengusulkan sistem Cultur Stelsel (Tanam Paksa) di Pulau Jawa mulai tahun 1830.

Ketentuan Taman Paksa :

  •  Seperlima bagian tanah milik rakyat yang subur wajib dijadikan lahan bagi tamanan ekspor.

  •  Tanah tersebut dibebaskan dari pembayaran pajak.

  •  Hasil panen diserahkan kepada pemerintah Belanda.

  •  Apabila taksiran harga hasil panen melebihi pajak, maka kelebihannya menjadi hak rakyat.

  •  Kegagalan panen ditanggung pemerintah.

  •  Tenaga kerja yang digunakan tidak boleh melebihi tenaga kerja yang digunakan untuk menanam padi.

Ketentuan Tanam Paksa yang dilanggar Belanda :

  •   Tanah yang dijadikan lahan ekspor tidak hanya seperlima, tapi seluruhnya.

  •   Tanah yang ditanami tanaman ekspor tetap dipungut pajak.

  •   Kegagalan ditanggung rakyat sendiri, bukan pemerintah.

  •   Jika taksiran melebihi pajak, maka kelebihannya itu tidak dikembalikan kepada rakyat.

  •   Tenaga yang digunakan untuk tanam paksa melebihi tenaga untuk menanam padi.

Pengaruh Tanam Paksa :

-          Rakyat menderita dan kelaparan karena sebagian besar waktunya untuk mengurus tanam paksa dan tanaman padi mereka terlantar.

-          Sisi positifnya, rakyat menjadi tahu tanaman baru yang unggul sebagai komoditas ekspor.

Pihak yang menentang Tanam Paksa :

  •   Kelompok Pemilik Modal

Mereka mendesak pemerintah Belanda menghapus tanam paksa dan mengizinkan mereka masuk ke Indonesia untuk menanam modalnya (Politik Pintu Terbuka).

  • Golongan Humanis di Belanda

·         Eduard Douwes Dokker = Asisten Residen, seorang penulis menulis buku Max Havelaar.

·         Van de Venter (Politik Etis) = perbaikan irigasi, edukasi dan transmigrasi.

·         Baron Van Hoevel = Pendeta Belanda

  •   Kelompok Liberal di Negara Belanda.

Pengaruk Kolonialisme dan Imperialisme terhadap Bangsa Indonesia

1.       Bidang Politik :

  1.   Pamong praja yang dulu berdasarkan garis keturunan, diubah menjadi system kepegawaian.

  2.   Jawa sebagai pusat pemerintahan dan membaginya menjadi wilayah perfektur.

  3.   Hokum yang dulu menggunakan hokum adat, diubah menggunakan system hokum barat modern.

  4.   Kebijakan yang diambil raja dicampuri Belanda.

2.       Bidang Ekonomi :

  1.   Belanda membuka tambang minyak bumi di Tarakan, Kalimantan Timur.

  2.   Belanda membangun rel kereta api untuk memperlancar arus perdagangan.

  3.   Liberialisme ekonomi.

3.       Bidang Sosial :

  1. Pembentukan status social dimana yang tertinggi adalah orang Eropa, Asia dan Timur Jauh baru kaum pribumi.

  2. Struktur penguasa lenyap.

4.       Bidang Budaya :

  1.   Westrenisasi menyebar lewat jalur pendidikan dan pemerintahan.

  2.   Birokrat menggunakan Bahasa Belanda sebagai symbol status mereka .

  3.   Masuknya agama katholik dan protestan.