Perang
Banjar 1859-1863
merupakan perlawanan rakyat terhadap Belanda di Kalimantan Selatan. Perang
ini meletus pada 28 April 1859,
dan dipimpin oleh Pangeran Antasari untuk merebut benteng Pengaron milik
Belanda yang dipertahankan mati-matian. Pertempuran di benteng pengaron ini
disambut dengan pertempuran-pertempuran di pelbagai medan yang tersebar di
Kalimantan Selatan, yang dipimpin oleh Kiai Demang Lehman, Haji Buyasin,
Tumenggung antaluddin di benteng
Gunung Madang Kandangan, Pangeran Amrullah
dan lain-lain.
Seperti halnya di daerah
lain di Indonesia sebab-sebab perang adalah:
Faktor ekonomi. Belanda memonopoli perdagangan lada,
rotan, damar, serta hasil emas dan intan. Monopoli tersebut sangat
merugikan rakyat maupun pedagang di daerah tersebut sejak abad-17. Pada
abad-19 Belanda bercita menguasai Kalimantan Selatan untuk melaksanakan Pax
Netherlandica.
Faktor politik. Belanda ikut campur urusan kerajaan
yang menimbulkan ketidaksenangan. Pada saat menentukan pengganti Sultan
Adam maka yang diangkat adalah Pangeran Tamjidillah yang disenangi
Belanda. Sedangkan Pangeran Hidayatullah yang lebih berhak atas takhta
hanya dijadikan Mangkubumi kerana tidak menyukai Belanda.
Campur tangan Belanda di
keraton makin besar dan kedudukan Pangeran Hidayatullah makin terdesak maka ia
melakukan perlawanan terhadap Belanda bersama Pangeran Antasari, sepupunya.
Siapakah para pengikut perjuangan tersebut? Tidak kurang dari 3000 orang
bersedia membantu termasuk tokoh-tokoh agama seperti Kyai Demang Leman, Haji
Langlang, Haji Nasrum dan Haji Buyasih. Pasukan Antasari berusaha menyerang
pos-pos Belanda di Martapura dan Pangaron. Sebaliknya pada pertempuran tanggal
27 September 1859 Belanda dapat menduduki benteng pasukan Pangeran Antasari di
Gunung Lawak.
Tindakan Belanda berikutnya
adalah menurunkan Sultan Tamjidillah dari takhta. Sementara itu Pangeran
Hidayatullah menolak untuk menghentikan perlawanan lalu meninggalkan kraton,
maka pada tahun 1860 kerajaan Banjar dihapuskan dan daerah tersebut menjadi
daerah kekuasaan Belanda.
No comments:
Post a Comment